Jumat, 26 Oktober 2012

Belajar Teori Komunikasi - Assertive Communication

Di saat sedang mengerjakan berbagai tugas yang deadline entah itu tugas kantor maupun kuliah, ada teman baik yang mengajak anda bertemu disuatu cafe atau mall untuk curhat masalah pribadinya. Pada kondisi seperti ini sering kali kita tidak bisa mengatakan tidak karena takut akan melukai perasaan teman tersebut dan akhirnya kita menerima ajakannya. Mengatakan “Tidak” itu memang tidaklah mudah, terutama ketika kita meyakini bahwa akan ada orang atau pihak yang dikecewakan atau merasa marah karena penolakan kita.
Berkata “Tidak” merupakan suatu pilihan sikap yang baik. Hal tersebut akan membebaskan kita dari janji yang sebenarnya tidak ingin kita lakukan. Berani berkata tidak akan membuat kita mampu untuk lebih berkomitmen terhadap sesuatu dengan lebih bersungguh-sungguh. Dengan mampu berkata "tidak", kita akan mengkomitmenkan diri untuk berkata "iya" untuk hal yang benar-benar penting. 

Communication Styles



Dari ketiga gaya komunikasi yang ada di tabel di atas komunikasi asertif adalah komunikasi yang paling efektif. Perilaku asertif tidak sama dengan dengan perilaku agresif. Orang asertif berani menyuarakan sesuatu yang menjadi pendapatnya dengan tetap menghargai orang lain. Komunikasi asertif juga akan menuntun seseorang untuk memutuskan antara mengatakan ‘ya’ atau ‘tidak’ untuk situasi tertentu. Sebaliknya, orang yang kurang asertif cenderung selalu berkata ‘ya’ meskipun sebenarnya dia tidak berada dalam mood untuk melakukan hal tersebut. Tidak bisa mengatakan apa yang idealnya ingin dikatakan dapat menyebabkan perilaku agresif pasif dan konflik internal serta masalah mental.
Komunikasi assertive merupakan komunikasi yang berdiri pada titik tengah antara komunikasi pasif dan agresif dimana komunikasi ini mengedepankan cara pandang mengemukakan pendapat dan perasaan tanpa memaksakan kehendak serta tidak melanggar hak-hak orang lain

Bila kita tidak bisa berkomunikasi secara assertive sangat mungkin kita akan mengalami masalah-masalah ini:
  Depresi. Hal ini akibat dari rasa marah yang ditujukan kepada diri sendiri. Hal ini dapat memberikan rasa putus asa dan tidak memiliki kontrol atas hidup yang dijalani
  Resentment. Rasa marah pada orang lain karena merasa dimanipulasi dan dimanfaatkan orang lain.
    Frustrasi Kenapa saya membiarkan diri saya menjadi korban orang lain?
 Temper/Violence Apabila kita tidak dapat mengekspresikan rasa marah dengan tepat, hal tersebut akan terakumulasi dan sewaktu-waktu rasa amarah tersebut akan meledak.
 Kecemasan. Hal ini akan membawa kita untuk menghindari situasi dan orang-orang  yang membuat kita merasa tidak nyaman. Hal ini akan membuat kita kehilangan berbagai kesempatan dalam hidup seprti membangun hubungan dengan orang lain, kesempatan kerja, aktivitas yang menyenangkan.  
  Poor relationships of all kinds Orang-orang yang tidak assertive sering tidak dapat mengekpresikan emosi mereka, baik positif atau negatif. Hal ini dapat menghancurkan sebuah hubungan dimana individu yang berhubungan tidak dapat saling mengatakan keinginan mereka dan bagaimana individu yang lain mempengaruhi individu yang lain.
  Masalah fisik Kita semua tahu pengaruh stress pada fisik kita, seperti sakit kepala, tekanan darah tinggi dan sebagainya.


Manfaat Menjadi Asertif
Berikut adalah beberapa kelebihan seseorang bersikap asertif.
1. Bebas dari konflik internal
Bayangkan situasi berikut, Anda sedang mengalami sakit kepala parah dan ingin menghabiskan waktu sendirian untuk beristirahat.
Tapi teman baik Anda menelepon dan mengatakan bahwa ia ingin pergi keluar dengan Anda.
Menghadapi situasi ini, sebenarnya Anda hendak menolak ajakan tersebut karena tidak dalam mood untuk melakukannya.
Tapi karena tidak mampu berkata ‘tidak’, Anda akhirnya pergi keluar sehingga menambah derita sakit kepala Anda dengan melakukan apa yang tidak ingin Anda lakukan.
Jika Anda cukup asertif untuk menolak teman Anda, Anda bisa menghabiskan waktu beristirahat atau melakukan apa yang sebenarnya ingin Anda lakukan.
Untuk berkata ‘tidak’, Anda tidak harus bersikap kasar. Komunikasi asertif harus tetap mengedepankan hubungan saling menghormati.
Dari contoh diatas, sikap asertif akan membuat seseorang terhindar dari stres dan tekanan yang tidak perlu dari lingkungan.
2. Meningkatkan percaya diri
Komunikasi asertif membantu meningkatkan kepercayaan diri. Orang yang asertif berarti tidak ragu dalam menyuarakan pendapatnya.
Orang lain juga akan cenderung menghargai orang yang asertif karena berani menyuarakan pikiran dan memilih memberikan jawaban yang jujur.
Apresiasi dan penghargaan dari orang lain pada akhirnya akan meningkatkan rasa percaya diri Anda yang telah bersikap asertif.
3. Membantu mengelola stres
Bersikap asertif membuat seseorang lebih mudah mengelola stres.
Orang yang asertif tidak akan menyesali apa yang dilakukan karena telah menyuarakan apa yang menjadi pendapat dan keyakinannya.
4. Hidup yang tidak terikat dan bebas
Orang asertif selalu percaya dengan prinsipnya tanpa terlalu banyak terganggu dengan apa yang dikatakan orang lain.
Orang asertif umumnya bahagia dan percaya diri karena mampu menentukan pilihan dan tujuan hidupnya sendiri.
Orang lain tidak akan bisa memanfaatkan orang yang asertif karena perilaku asertif membuat seseorang tetap kukuh dengan prinsipnya.
Sebaliknya, orang yang tidak bisa berkata ‘tidak’ cenderung dimanfaatkan orang lain karena ketidakmampuannya untuk menolak.

*Diolah dari berbagai sumber.

Belajar Teori Komunikasi - Listening Skill


Dalam komunikasi, bagaimana suatu informasi disampaikan sangatlah penting namun yang paling penting adalah kemampuan seseorang dalam menerima informasi yaitu mendengar. Ketika kita menerima suatu informasi dengan mendengar tidak serta merta kita memahami informasi yang kita dengar hal itu dapat disebabkan karena kita tidak mendengarkan dengan seksama. Dalam bahasa Inggris ada dua kata yang berarti mendengar yaitu “hearing” dan “listening”. “Hearing berarti mendengar secara fisik, dimana kita mendengar suara tanpa mencerna dan berkonsentrasi terhadap suara yang kita dengar. Suara yang kita dengar tidak memiliki arti apa-apa. Sedangkan “listening” melibatkan usaha dan fokus dari pikiran sehingga kita memiliki perhatian penuh terhadap yang kita dengar. Contoh yang paling simple adalah ketika kita sedang berada di suatu mall dengan sekelompok teman. Biasanya kita akan fokus pada pembicaraan dengan teman-teman kita dan pembicaraan tersebut menjadi informasi yang memiliki makna. Disaat yang bersamaan ada suara-suara orang-orang yang berlalu lalang, kebisingan dari anak-anak yang berlari dan berteriak. Namun suara-suara tersebut hanya terdengar tanpa memiliki makna.

Ketika kita memfokuskan diri pada suatu pembicaraan, mendengar atau menyimak dengan efektif juga bukanlah hal yang tanpa hambatan. Kenyataannya rata-rata orang berbicara 125-150 kata per menit sedangkan kemampuan mendengar seseorang adalah dua kali lipat, sehingga besar kemungkinan ketika seseorang mendengar dia juga memikirkan hal lain. Sehingga selalu ada kemungkinan dia tidak mendengar atau menyimak dengan sepenuhnya terhadap pembicaraan. 

The Difference  Between Hearing and Listening
       Hearing is simply the act of perceiving sound by the ear. If you are not hearing-impaired, hearing simply happens.
       Listening, however, is something you consciously choose to do. Listening requires concentration so that your brain processes meaning from words and sentences. Listening leads to learning.

The Process Of Listening

Receive (You get the stimuli) à Select (You focus on stimuli) à Intepret (You attach meanings to 

stimuli) à Understand (You integrate the message into your frame of reference) à Evaluate (You 

judge the merits of the information à Resolve (You decide what to do with the information)


Obstacles to Effective Listening
       Physical distractions
       Physiological distractions
       Psychological distractions
       Factual distractions
       Semantic distractions

Promoting Better Listening
       Desire to listen.
       Focus on the message.
       Listen for main ideas.
       Understand the speaker’s point of view.
       Withhold judgment.
       Reinforce the message.
       Provide feedback.
       Listen with the body.
       Listen critically.

Types of Listening
       Active vs. Passive
       Positive vs. Negative
       What Kind is it?
      Appreciative
      Empathic
      Discriminative
      Analytical

Langkah untuk mendengarkan aktif:

1.       Pahami gaya komunikasi
·         Self-awareness untuk membangun impresi dari lawan bicara
·         Pahami bagaimana orang mempersepsi anda
·         Hindari memiliki kepribadian yang berubah-ubah
·         Membuat nyaman lawan bicara yang sesuai dengan kepribadian kita ketika mendengar (misalnya dengan menganggukan kepala)

2.       Menjadi pendengar aktif
·         Mendengar dengan tujuan
·         Mendengar bertujuan untuk mendapatkan informasi dan arahan memahami orang lain, menyelesaikan masalah, berbagi kepentingan, melihat perasaan orang lain, menunjukkan dukungan, dan sebagainya.
·         Berkonsentrasi dengan mengulang ucapan lawan bicara dalam benak kita.

3.       Gunakan komunikasi non verbal
·         Senyuman
·         Gestures
·         Kontak mata
·         Your Posture

4.       Beri feedback
·         Nyatakan ulang apa yang anda dengar dan tanyakan untuk mengkonfirmasi.



* Dari berbagai sumber








Kamis, 25 Oktober 2012

Belajar Teori Komunikasi


Sangatlah sulit untuk membayangkan suatu profesi yang tidak memerlukan interaksi dengan orang lain. Kita mempergunakan komunikasi interpesonal untuk menghadapi komplain dari klien yang menuntut, untuk membujuk atasan agar menyetujui surat cuti, atau menghibur teman yang baru mengalami putus cinta.

Komunikasi interpersonal didefinisikan berdasarkan berbagai kriteria. Beberapa Akademisi mendefinisikan Komunikasi Interpersonal berdasarkan situasi dan jumlah partisipan yang terlibat (e.g., Miller, 1978). Miller mendefinisikan “Interpersonal Communication occurs between two individuals when they are close in proximity, able to provide immediate feedback and utilize multiple senses”. Pendapat lain mendifinisikan berdasarkan pendekatan tujuan. IPC includes communication used to define or achieve personal goals through interaction with others (Canary, Cody, & Manusov, dkk, 2003).

Ada 4 (empat) teori yang penting dalam memahami komunikasi interpersonal dan hubungan yang terbangun dari komunikasi ini. Yang pertama adalah “Systems Perspective” yang mensyaratkan adanya suatu pembinaan hubungan yang bersifat interaktif dengan memfokuskan pada hubungan yang saling bergantung dan terjadi berulang-ulang. Teori kedua adalah “Politeness Theory” yang menjelaskan strategi individu untuk mempertahankan citra sesuai yang diharapkan publik. Yang ketiga adalah teori pertukaran sosial, teori ini mengevalusi hubungan yang didasarkan pada rewards dan costs; rasio menarik keuntungan ini menjelaskan apakah suatu hubungan akan dipertahankan sejalan dengan apakah setiap individu yang menjalin hubungan memperoleh kepuasan dari hubungan yang terjalin. Yang terakhir adalah Teori Perspektif Dialektikal yang menjelaskan kontradiksi  yang tidak terhindarkan individu dalam hubungan personalnya dan menjelaskan bagaimana penanganan kontradiksi tersebut dapat memprediksi kesuksesan atau kegagalan suatu hubungan.

SYSTEMS PERSPECTIVE
Pendekatan systems bukan merupakan satu teori yang spesifik melainkan konstalasi dari sejumlah teori yang menggabungkan asumsi-asumsi  umum dan konsep-konsep. Meskipun pendekatan ini telah diklasifikasikan sebagai teori komunikasi interpersonal, dalam kondisi riil teori ini digunakan untuk menjelaskan hampir seluruh konteks komunikasi baik dalam kelompok kecil maupun komunikasi organisasi. Pendekatan ini berfokus pada komunikasi yang terjadi pada sekolompok individual yang saling berinteraksi.

The Palo Alto Group
Pada tahun 1967 sekelompok psikiater di Mental Research Institute in Palo Alto, California, menerbitkan sebuah buku  yang berjudul Pragmatics of Human Communication. Pada buku tersebut tiga pengarangnya, Watzlawick, Bavelas, dan Jackson (1967) menjelaskan sebuah model yang diperuntukkan untuk komunikasi manusia yang didasarkan pada systems thinking. Meskipun buku tersebutdimaksudkan berfokus pada interaksi interpersonal khususnya interaksi keluarga dengan behavioral pathologies – para pengarang ini memberikan dasar untuk memahami semua komunikasi. Menurut Palo Alto Group, ada 5 axiom dalam komunikasi (Watzlawick dkk,1967)

Table Systems Axioms and Implications for Interpersonal Communication
Axiom
Implication for Interpersonal Communication
The impossibility of not communicating
Interactional partners’ interpretations of your behavior will affect your relationship, regardless of whether you intended that interpretation.
Content and relationship levels
How you say what you say will affect your partners’ interpretations and will also give others clues about the relationships between the interactants.
The problem of punctuation
What you view as the cause and effect is not necessarily how an interactional partner will view it. To resolve the problem, forget about assigning blame.
Digital and analogic communication
Digital communication can express detailed meaning if the interactants share the same set of symbols; analogic communication can express powerful feelings directly.
Complementary and symmetrical communication
Within systems, patterns of interaction develop such that people behave differently or behave similarly. These patterns particu-larly illustrate power in the relationship.

Systems theories mengidentifikasi kompleksitas dari interaksi. Pendekatan ini berfokus pada pola-pola hubungan yang terbangun dari orang-orang yang berinteraksi. Palo Alto Group menempatkan penekanan pada bagaimana komunikasi terjadi dalam sistem komunikasi interpersonal. 




*Tulisan ini merupakan rangkuman dari beberapa bagian dari "Explaining Theories Of Interpersonal Communication"
Mohon bantuan kritik dan koreksi dari tulisan ini, bagi pengunjung yang memahami teori komunikasi. Terima kasih sebelumnya :)

Rabu, 10 Oktober 2012

Tes Potensi Akademik


Tugas mata kuliah "Konstruksi Alat Ukur" kali ini adalah mencari tahu tentang Tes Potensi Akademik dan pembuatnya. Nah....ini info yang berhasil saya dapatkan berdasarkan googling.

Tes Potensi Akademik adalah sebuah tes yang bertujuan untuk mengetahui bakat dan kemampuan seseorang dibidang akademis atau keilmuan. Kemunculan tes TPA ini merujuk pada tes GRE (Graduate Record Examination) yang merupakan sebuah tes yang juga mengukur kemampuan dan bakat seseorang di bidang akademis. Tes ini menjadi standar internasional syarat penerimaan mahasiswa Perguruan Tinggi, ada yang mengatakan bahwa TPA adalah GRE-nya Indonesia. Karena poin-poin pertanyaan dan bidang yang diuji hampir sama. Tes GRE 

Di Indonesia, tes potensi akademik ini umumnya dipergunakan sebagai syarat penerimaan mahasiswa S2 dan S3, juga dalam penyaringan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), rekrutmen karyawan swasta dan BUMN, bahkan juga dipakai sebagai syarat kenaikan jabatan setingkat manajer di bidang pekerjaan. 

Dalam berbagai seleksi masuk kepegawaian seperti seleksi CPNS dan seleksi masuk Perguruan Tinggi (SMPTN) tim penguji membuat berbagai jenis dan varian soal yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing lembaga. Untuk soal tes dibuat oleh tim akademisi dari berbagai perguruan tinggi, soal yang dibuat berorientasi analisis dan argumentasi.

Adapun, Tes Potensi Akademik ini umumnya memiliki empat jenis soal. Yaitu, tes verbal atau bahasa, tes numerik atau angka, tes logika, dan tes spasial atau gambar.

Tes verbal berfungsi untuk mengukur kemampuan seseorang di bidang kata dan bahasa. Tes ini meliputi tes sinonim (persamaan kata), tes antonim (lawan kata), tes padanan hubungan kata, dan tes pengelompokan kata.

Tes angka berfungsi mengukur kemampuan seseorang di bidang angka, dalam rangka berpikir terstruktur dan logis matematis. Tes ini meliputi tes aritmetik (hitungan), tes seri angka, tes seri huruf, tes logika angka dan tes angka dalam cerita.

Tes logika berfungsi mengukur kemampuan seseorang dalam penalaran dan pemecahan persoalan secara logis atau masuk akal. Tes logika ini meliputi tes logika umum, tes analisa pernyataan dan kesimpulan (silogisme), tes logika cerita dan tes logika diagram.

Sedangkan tes spasial atau tes gambar, berfungsi mengukur daya logika ruang yang dimiliki seseorang. Tes ini meliputi antara lain tes padanan hubungan gambar, tes seri gambar, tes pengelompokan gambar, tes bayangan gambar dan tes identifikasi gambar. 


TES INTELIGENSI


Ketika saya masih duduk dibangku SD, orang tua dan kerabat saya sangat mengagung-agungkan kecerdasan anak berdasarkan yang namanya prestasi akademik. Mereka suka sekali membanding-bandingan tingkat kemampuan akademik anak-anak mereka dan tidak segan-segan mereka melakukannya di depan anak-anak mereka yang sedang dibandingkan.

Orang tua berbondong-bondong menyekolahkan anak-anak mereka disekolah yang dianggap memiliki standart akademis yang tinggi. Untuk masuk ke sekolah-sekolah dengan standart akademis yang tinggi biasanya calon siswa diwajibkan untuk menjalani test IQ. Dibeberapa sekolah ternama mensyaratkan calon siswanya harus memiliki skor IQ minimal diatas rata-rata berdasarkan skala Wechsler, Skor IQ seolah menjadi jaminan kemampuan akademik seorang anak. Anak-anak tersebut dikatakan memiliki tingkat intelegensi/kecerdasan yang tinggi bila memiliki skor IQ yang tinggi.

Intelegensi sendiri sering diartikan sama dengan IQ, padahal kedua istilah ini memiliki arti yang berbeda. Menurut David Wechsler, intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa intelegensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, intelegensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.

Sedangkan Intelegent quotient atau IQ ialah angka yang mana menjelaskan tingkat kecerdasan seseorang dimana skor diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan.

Intelegensi sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah gen atau keturunan, lingkungan dan perkembangan otak yang dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting



Test Intelegensi

Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang psikolog Perancis merancang suatu alat evaluasi yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas khusus (anak-anak yang kurang pandai). Alat tes itu dinamakan Tes Binnet-Simon. Tes ini kemudian direvisi pada tahun 1911.

Revisi terhadap Skala Stanford-Binet yang diterbitkan pada tahun 1972, yaitu norma penilaiannya yang diperbaharui. Tes-tes dalam skala ini dikelompokkan menurut berbagai level usia mulai dari Usia II sampai dengan Usia Dewasa-Superior. Dalam masing-masing tes untuk setiap level usia terisi soal-soal dengan taraf kesukaran yang tidak jauh berbeda. Bagi setiap level usia terdapat pula tes pengganti yang setara, sehingga apabila suatu tes pada level usia tertentu tidak dapat digunakan karena sesuatu hal maka tes penggantipun dapat dimanfaatkan.

David Wechsler memperkenalkan versi pertama tes inteligensi yang dirancang khusus untuk digunakan bagi orang dewasa. Terbit pada tahun 1939 dan dinamai Wechsler-Bellevue Intelligence Scale (WBIS), disebut juga skala W-B.

Pada tahun 1949 Wechsler menerbitkan pula skala inteligensi untuk digunakan pada anak-anak yang dikembangkan berdasar isi skala W-B. Skala ini diberi nama Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC). Isinya terdiri dari dua sub bagian Verbal (V) dan sub bagian Performance (P).

The Wechsler Inteligence Scale for Children-Revised (WISC-R)
 Skala Wechsler pertama terbit tahun 1939. Ada tiga macam skala Wechsler:
1. WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children) di tahun 1949. Banyak soal diambil  langsung dari tes orang dewasa. WISC third edition Untuk usia 6-16 tahun 11 bulan.
2. WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) di tahun 1955. Untuk usia 16-74 tahun.
3. Wechsler Preeschool and Primary Scale of Intelligence-Revised tahun 1989. Tes ini untuk rentang usia 3-7 tahun 3 bulan.

Revisi skala WISC yang dinamai WISC-R diterbitkan tahun 1974 dan dimaksudkan untuk mengukur inteligensi anak-anak usia 6 sampai dengan 16 tahun. WISC-R terdiri atas 12 subtes yang dua diantaranya digunakan hanya sebagai persediaan apabila diperlukan penggantian subtes.


The Wechsler Adult Intelligence Scale-Revised (WAIS-R)

WPPSI-R yaitu Wechsler Preschool and Primary Scale. Untuk usia 3 tahun sampai 7 tahun 3 bulan.

  
Culture Fair Intelligence Test (CFIT), Scale 2 and 3 From A and From B
Tes ini dipergunakan untuk keperluan yang berkaitan dengan factor kemampuan mental umum atau kecerdasan. Skala 2 untuk anak-anak usia 8-14 tahun dan untuk orang dewasa yang memiliki kecerdasan di bawah normal. Skala 3 untuk usia sekolah lanjutan atas dan orang dewasa dengan kecerdasan tinggi.

The Standard Progressive Matrices (SPM)
Merupakan salah satu contoh bentuk skala inteligensi yang dapat diberikan secara individual ataupun kelompok. Skala ini dirancang oleh J.C. Raven dan terbit pada tahun 1960. SPM merupakan tes yang bersifat nonverbal, artinya materi soal-soalnya diberikan tidak dalam bentuk tulisan ataupun bacaan melainkan dalam bentuk gambar-gambar. Raven sendiri menyebut skala ini sebagai tes kejelasan pengamatan dan kejelasan berfikir, bukan tes inteligensi umum.
SPM tidak memberikan suatu angka IQ akan tetapi menyatakan hasilnya dalam tingkat atau level intelektualitas dalam beberapa kategori, menurut besarnya skor dan usia subjek yang dites, yaitu:
Grade I            : Kapasitas intelektual Superior.
Grade II           : Kapasitas intelektual Di atas rata-rata
Grade III          : Kapasitas intelektual Rata-rata.
Grade IV          : Kapasitas intelektual Di bawah rata-rata.
Grade V           : Kapasitas intelektual Terhambat.



The Kauffman Assesment Battery for Children (K-ABC)
Kumpulan tes ini menghasilkan empat skor global: Pemrosesan Berurutan, Simultan, Komposit, dan Pemrosesan Mental. Pemrosesan Simultan dipresentasikan tujuh subtes sementara Pemrosesan Berurutan dipresentasikan oleh tiga subtes. K-ABC dimaksudkan untuk mengakomodasi kebutuhan pengetesan bagi kelompok-kelompok khusus, seperti anak-anak cacat dan anak-anak dari kelompok minoritas kultural dan bahasa, dan untuk membantu diagnosis ketidakmampuan belajar.

Kaufman Addolesent And Adult Inteligence Test (KAIT)
Tes ini dirancang untuk usia 11 hingga 85 tahun atau lebih. Tes ini menampilkan upaya untuk mengintegrasikan teori tentang inteligensi cair dan kristal. Skala yang dikristalisasikan mengukur konsep-konsep yang didapat dari proses sekolah dan akulturasi. Skala cairan mengukur kemampuan untuk menyelesaikan problem-problem baru. Soal-soal dalam tes ini cenderung menuntut semacam penyelesaian masalah dari pikiran operasional formal Piaget dan fungsi-fungsi evaluatif perencanaan yang menjadi ciri pemikiran orang dewasa.

Kaufman Brief Inteligence Test (K-BIT)
Tes ini mencakup usia 4 hingga 90 tahun. Tes ini dirancang sebagai instrumen penyaringan yang cepat untuk memperkirakan tingkat fungsi intelektual.

PENGGUNAAN TES INTELIGENSI

Tes-tes inteligensi umum yang dirancang untuk digunakan anak-anak usia sekolah atau orang dewasa biasanya untuk mengukur kemampuan verbal untuk kadar lebih rendah, tes-tes ini mencakup kemampuan-kemampuan yang berhubungan dengan simbol numerik dan simbol-simbol abstrak lainnya. Kemampuan-kemampuan ini dianggap dominan dalam proses belajar di sekolah.

Kebanyak tes inteligensi dapar dipandang sebagai ukuran kemampuan belajar atau inteligensi akademik. IQ adalah cerminan dari prestasi pendidikan sebelumnya dan alat prediksi kinerja pendidikan selanjutnya.

Karena fungsi-fungsi yang diajarkan dalam sistem pendidikan merupakan hal yang penting yang mendasar dalam budaya yang modern dan maju secara teknologis, skor pada tes inteligensi akademik juga dianggap alat prediksi kinerja yang efektif dalam banyak bidang pekerjaan serta aktivitas-aktivitas lain dalam hidup sehari-hari.

Penggunaannya tes intelegensi tergantung pada kebutuhan apa yang hendak diukur, disesuaikan dengan jenis pekerjaan/aktivitas yang akan dibebankan. Tetapi pada umumnya, tes intelegensi mengukur hal-hal seperti di bawah ini:

  1. Linguistik verbal, yaitu kemampuan untuk membaca dan menulis 
  2. Numerik, yaitu kecerdasan yang berhubungan dengan angka atau matematika
  3. Spasial, yaitu kecerdasan yang berhubungan dengan kreativitas seperti kesenian, desain, pengenalan pola, peta dan lain-lain.
  4. Kecerdasan fisik, yaitu kecerdasan yang berhubungan dengan kemapuan fisik seperti olahraga.
  5. Lingkungan/natural, yaitu kecerdasan yang dimiliki oleh orang yang mampu berhubungan dengan alam seperti tumbuh-tumbuhan dan binatang.
  6. Interpersonal, yaitu kecerdasan yang dimiliki oleh orang yang mampu berbicara dan berkomunikasi secara efektif dengan orang lain.
  7. Intrapersonal, yaitu kecerdasan mengelolah emosi (emotional intelligence), kemampuan seseorang untuk mengendalikan dan mengatur dirinya sendiri.
  8. Kecerdasan musical, adalah kecerdasan pada seni musik mencipta, merasa, dan memahami pesan dari sebuah musik.
Belum ada alat tes intelegensi yang dapat mengukur semua aspek diatas, karena sifatnya yang terlalu luas. Jadi bisa dilihat banyak aspek yang harus diukur untuk melihat intelegensi seseorang dan tingkat intelegensi seseorang tidak bisa serta merta dapat diukur hanya berdasarkan skor IQ yang dimilikinya tanpa melihat latar belakang dan kemampuan seseorang secara mental. Hendaknya orang tua dan sekolah mampu bersikap lebih arif dan bekerja sama untuk membangun sistem pendidikan yang tidak hanya mengembangkan kemampuan akademik tetapi juga perkembangan mental, karakter dan kemandirian anak.